MAKALAH PERTUMBUHAN INDUSTRI

BAB I
PENDAHULUAN

Sasaran utama pembangunan jangka panjang negara ini adalah pencapaian struktur ekonomi yang seimbang yaitu terdapatnya kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kemampuan dan kekuatan pertanian yang tangguh. Hal ini berarti bahwa antara sektor pertanian (dan kehutanan) dan sektor industri diperlukan adanya keterkaitan yang kuat baik keterkaitan kedepan maupun keterkaitan ke belakang dalam mencapai tujuan masing-masing sektor tersebut. Adanya keterkaitan ini terlihat dengan adanya perkembangan pengolahan hasil pertanian dan industri agro (agroindustry). Agroindustri adalah suatu kegiatan lintas disiplin yang memanfaatkan sumber daya alam (pertanian) untuk industri.
Transformasi struktural perekonomian Indonesia menuju ke corak yang industrial tidak dengan sendirinya melenyapkan nuansa agraritasnya. Berbagai teori pertumbuhan ekonomi klasik dan studi empiris Bank Dunia menunjukkan, bahwa sukses pengembangan sektor industri di suatu negara selalu diiringi dengan perbaikan produktivitas dan pertumbuhan berkelanjutan di sektor pertanian. Selain menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk serta menyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga merupakan pemasok bahan baku bagi sektor industri dan menjadi sumber penghasil devisa.




A.  Latar Belakang
 Istilah industrialisasi secara ekonomi diartikan sebagai kegiatan mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi, dapat pula diartikan sebagai himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dimana kata industry dirangkai dengan kata yang menerangkan jenis industrinya. Misalnya, industry obat-obatan, industry garmen, industry perkayuan, dsb. Pertumbuhan industry secara tidak langsung sejalan bahkan melebihi pertumbuhan ekonomi itu sendiri, kegiatan industrialisasi substansinya  merupakan suatu kegiatan ekonomi dalam tradable sector yang mampu memberikan efek yang cukup signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, pertumbuhan ekonomi secara agregat dan sebagainya. Sektor industry dengan sumber daya organisasinya yang begitu kompleks dan besar adalah salah satu kelebihan yang dimiliki suatu sector dalam tatanan perekonomian dewasa ini. Keberadaan suatu industry disebuah Negara memiliki peran penting guna membuka celah yang begitu luas untuk kegiatan ekspansi usaha yang secara langsung dapat membuka peluang investasi dunia dengan keterbukaan lapangan pekerjaan yang lebih banyak dan berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara nasional.
         Perkembangan sector industy di Indonesia sendiri mengalami peningkatan yang cukup besar dalam beberapa komoditas barang, terutama industry makanan, minuman dan industry barang mentah lainnya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 tumbuh sebesar 6,83% dari tahun 2010 lalu, Hal ini menggambarkan sektor industri telah menjadi sumber pertumbuhan yang cukup tinggi, struktur perekonomian Indonesia masih tetap didominasi oleh sektor industri yakni sebesar 24,8 persen. Sementara sektor pertanian hanya 15,3 persen, sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran 13,7 persen. kondisi tersebut menggambarkan, perkembangan sektor industri sudah berada pada tren positif naik, bahkan telah melampaui target pertumbuhan industri yang telah ditetapkan.  Dalam rangka menjadi tren positif tersebut, perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif dan meminimalkan biaya ekonomi tinggi melalui akselerasi pembangunan infrastruktur. Selain itu, perlu ditingkatkan lingkungan global saat ini yang persaiangannya semakin ketat sehingga pembangunan industri perlu dipercepat dan dilakukan secara terintegrasi dengan sektor ekonomi lainnya. Pertumbuhan sector industry yang begitu cepat didukung oleh kinerja ekspor yang cukup tinggi .
                           
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Sejarah Pertumbuhan Sektor Industri Indonesia
Pada tahun 1920-an industri modern di Indonesia semuanya dimiliki oleh orang asing, walau jumlahnya hanya sedikit. Indutri kecil yang ada pada masa itu berupa industri rumah tangga seperti penggilingan padi, pembuatan gula merah (tebu dan nira), rokok kretek, kerajinan tekstil dan sebagainya tidak terkoordinasi dengan baik.
Perusahaan modern pada saat hanya ada dua, yaitu pabrik rokok milik British American Tobaco (BAT) dan perakitan kendaraan bermotor General Motor Car Assembly. Depresi ekonomi yang melanda Indonesia tahun 1930an meruntuhkan perekonomian, megakibatkan menurunnya penerimaan ekspor dari 1.448 gulden menjadi 505 gulden (1929) yang mengakibatkan pengangguran. Melihat situasi tersebut pemerintah Hindia Belanda mengubah system dan pola kebijakan ekonomi dari sektor perkebunan ke sektor industri, dengan memberi kemudahan dalam pemberian ijin dan fasilitas bagi pendirian industri baru. Berdasarkan Sensus Industri Pertama (1939), industri yang ada ketika itu mempekerjakan 173 ribu orang di bidang pengolahan makanan, tekstil dan barang logam, semuanya milik asing.
Pada masa perang dunia II kondisi industrialisasi cukup baik. Namun setelah pendudukan Jepang keadaannya terbalik. Disebabkan larangan impor bahan mentah dan diangkutnya barang kapital ke Jepang dan pemaksaan tenaga kerja (romusha) sehingga investasi negara asing nihil. Setelah Indonesia merdeka, mulai dikembangkan sektor industri dan menawarkan investasi walau dalam tahap percobaan. Tahun 1951, pemerintah meluncurkan RUP (Rencana Urgensi Perekonomian).
                                                                 
Program utamanya menumbuhkan dan mendorong industri kecil pribumi dan memberlakukan pembatasan industri besar atau modern yang dimiliki orang Eropa dan Cina. Pada tahun 1957 sektor industri mengalami stagnasi dan perekonomian mengalami masa teduh, pada tahun 1960-an sektor industri tidak berkembang. Akibat karena situasi polotik yang bergejolak, juga disebabkan kurangnya modal dan tenaga ahli yang terampil. Pemberlakuan dua undang-undang baru, PMA tahun 1967 dan PMDN tahun 1968 ternyata mampu membangkitkan gairah sektor industri.
Perkembang sektor industri sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan, jumlah tenaga kerja yang diserap, nilai keluaran (output) yang dihasilkan, sumbangan dalam perolehan devisa, kontribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya

1.2  Pengertian Industri
         Industri adalah bidang matapencaharian yang menggunakan keterampilan dan ketekunan kerja (bahasa Inggris: industrious) dan penggunaan alat-alat di bidang pengolahan hasil-hasil bumi dan distribusinya sebagai dasarnya. Maka industri umumnya dikenal sebagai mata rantai selanjutnya dari usaha-usaha untuk mencukupi kebutuhan (ekonomi) yang berhubungan dengan bumi, yaitu pertanian, perkebunan dan pertambangan.
Industrialisasi adalah suatu proses perubahan sosial ekonomi yang merubah sistem pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana masyarakat berfokus pada ekonomi yang meliputi pekerjaan yang semakin beragam (spesialisasi), gaji, dan penghasilan yang semakin tinggi. Industrialisasi adalah bagian dari proses modernisasi dimana perubahan sosial dan perkembangan ekonomi erat hubungannya dengan inovasi teknologi.
                                                                             
Dalam Industrialisasi ada perubahan filosofi manusia dimana manusia merubah pandangan lingkungan sosialnya menjadi lebih kepada rasionalitas (tindakan didasarkan atas pertimbangan, efisiensi, dan perhitungan, tidak lagi mengacu kepada moral, emosi, kebiasaan atau tradisi). Menurut para peniliti ada faktor yang menjadi acuan modernisasi industri dan pengembangan perusahaan. Mulai dari lingkungan politik dan hukum yang menguntungkan untuk dunia industri dan perdagangan, bisa juga dengan sumber daya alam yang beragam dan melimpah, dan juga sumber daya manusia yang cenderung rendah biaya, memiliki kemampuan dan bisa beradaptasi dengan pekerjaannya. Negara pertama yang melakukan industrialisasi adalah Inggris ketika terjadi revolusi industri pada abad ke 18. Pada akhir abad ke 20, Negara di Asia Timur telah menjadi bagian dunia yang paling banyak melakukan industrialisasi.                                                                                  

1.3. Jenis Industri berdasarkan Bahan Baku

1. Industri ekstraktif
Industri ekstraktif adalah industri yang bahan baku diambil langsung dari alam sekitar.
- Contoh : pertanian, perkebunan, perhutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan lain lain.
2. Industri nonekstaktif
Industri nonekstaktif adalah industri yang bahan baku didapat dari tempat lain selain alam sekitar.
3. Industri fasilitatif
Industri fasilitatif adalah industri yang produk utamanya adalah berbentuk jasa yang dijual kepada para konsumennya.
- Contoh : Asuransi, perbankan, transportasi, ekspedisi, dan lain sebagainya.


1.4.  Golongan / Macam Industri Berdasarkan Besar Kecil Modal
1. Industri padat modal
adalah industri yang dibangun dengan modal yang jumlahnya besar untuk kegiatan operasional maupun pembangunannya


2. Industri padat karya
adalah industri yang lebih dititik beratkan pada sejumlah besar tenaga kerja atau pekerja dalam pembangunan serta pengoperasiannya.
                                                             

1.5 Jenis-Jenis / Macam Industri Berdasarkan Klasifikasi Atau Penjenisannya


= berdasarkan SK Menteri Perindustrian No.19/M/I/1986 =
1. Industri kimia dasar
contohnya seperti industri semen, obat-obatan, kertas, pupuk, dsb
2. Industri mesin dan logam dasar
misalnya seperti industri pesawat terbang, kendaraan bermotor, tekstil, dll
3. Industri kecil
Contoh seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, es, minyak goreng curah, dll
4. Aneka industri
misal seperti industri pakaian, industri makanan dan minuman, dan lain-lain.


1.6 Jenis-jenis / macam industri berdasarkan jumlah tenaga kerja
1. Industri rumah tangga
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 1-4 orang.
2. Industri kecil
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 5-19 orang.
3. Industri sedang atau industri menengah
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 20-99 orang.
4. Industri besar
Adalah industri yang jumlah karyawan / tenaga kerja berjumlah antara 100 orang atau lebih.


1.7  Pembagian / Penggolongan Industri Berdasakan Pemilihan Lokasi
1. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada pasar (market oriented industry)
Adalah industri yang didirikan sesuai dengan lokasi potensi target konsumen. Industri jenis ini akan mendekati kantong-kantong di mana konsumen potensial berada. Semakin dekat ke pasar akan semakin menjadi lebih baik.
2. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada tenaga kerja / labor (man power oriented industry)
Adalah industri yang berada pada lokasi di pusat pemukiman penduduk karena bisanya jenis industri tersebut membutuhkan banyak pekerja / pegawai untuk lebih efektif dan efisien.
3. Industri yang berorientasi atau menitikberatkan pada bahan baku (supply oriented industry)
Adalah jenis industri yang mendekati lokasi di mana bahan baku berada untuk   memotong biaya.                                                                                                                       


1.8 Macam-macam / jenis industri berdasarkan produktifitas perorangan
1. Industri primer
adalah industri yang barang-barang produksinya bukan hasil olahan langsung atau tanpa diolah terlebih dahulu
Contohnya adalah hasil produksi pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan sebagainya.
2. Industri sekunder
industri sekunder adalah industri yang bahan mentah diolah sehingga menghasilkan barang-barang untuk diolah kembali.
Misalnya adalah pemintalan benang sutra, komponen elektronik, dan sebagainya.

3.Pertumbuhan Sektor Industri di Indonesia Era Globalisasi

            Pertumbuhan Ekonomi (PDB) Indonesia pada Triwulan II-2011 dibandingkan Triwulan II-2010 (y-on-y) mengalami pertumbuhan sebesar 6,49 persen. Pertumbuhan ini didukung oleh semua sektor, yang mana pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 10,65 persen, Perdagangan Hotel & Restoran sebesar 9,64 persen, dan Konstruksi sebesar 7,4 persen. Industri pengolahan non migas tumbuh sebesar 6,61 persen. Hal ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan yang sama tahun 2010 yang hanya tumbuh sebesar 5,12 persen.
Sampai pada tahun 2011 triwulan II, struktur Perekonomian Indonesia masih tetap didominasi oleh sektor industri pengolahan sebesar 24,30 persen ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan (15,6 persen) dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (13,7 persen). Kontribusi sektor industri pada Triwulan II-2011 ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan I tahun 2011 sektor industri pengolahan non migas pada triwulan I tahun 2011  menyumbang sekitar 21,1 persen. Sektor industri telah memberikan sumber pertumbuhan ekonomi yang terbesar yaitu sebesar 1,6 persen. Sama halnya dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran yang juga memberikan sumber pertumbuhan ekonomi sebesar 1,6 persen. Sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 1,0 persen, sedangkan sumber pertumbuhan dari sektor lainnya masih kecil yaitu dibawah 1,0 persen.
Ditinjau dari komponen-komponen penggunaan PDB bahwa pengeluaran konsumsi rumah tangga mempunyai konstribusi terbesar terhadap PDB yaitu sebesar 54,3 persen pada triwulan II tahun 2011 dengan laju pertumbuhan sebesar 2,6 persen, pembentukan modal tetap bruto sebesar 31,63 persen dengan sumber pertumbuhan sebesar 2,1 persen.
Berdasarkan analisis pertumbuhan per cabang industri Triwulan II/ 2011, untuk pertama kalinya sejak 2005 pertumbuhan industri non migas berada di atas pertumbuhan ekonomi (ekonomi hanya sebesar 6,4 persen dan sektor pengolahan industri non-migas 6,61 persen). Dan dari 9 cabang industri non migas seluruhnyamemiliki pertumbuhan positif. Pertumbuhan industri non migas tertinggi dicapai oleh Industri Logam Dasar, Besi dan Baja sebesar 15,48 persen diikuti Industri Makanan, Minuman dan Tembakau sebesar 9,34 persen dan Industri Tekstil, Barang Kulit dan Alas Kaki sebesar 8,03 persen. Adapun nilai pertumbuhan industri non migas terendah dicapai oleh Industri Barang Kayu dan Hasil Hutan Lainnya sebesar 3,01 persen. Namun, secara keseluruhan hasil tersebut cukup menggembirakan karena pertumbuhan sektor industri barang kayu tersebut pada beberapa tahun sebelumnya memiliki nilai negatif.Sampai dengan Triwulan II ini pertumbuhan industri yang dapat dicapai sebesar 6,61 persen dengan nilai PDB sebesar Rp. 144.750,6 miliar. Pertumbuhanpada triwulan II tahun 2011 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan pada triwulan yang sama tahun 2010 (5,12 persen). Hal ini didukung oleh kinerja semua cabang industri yang semakin membaik, dan memiliki pertumbuhan positif seperti industri logam dasar, besi dan baja; industri Makanan, Minuman dan Tembakau; serta industri tekstil, barang kulit & alas kaki.Pertumbuhan industri non-migas selama semester I/2011 dibandingkan dengan semester I/2010 mencapai pertumbuhan sebesar 6,20  persen lebih tinggi dibandingkan dengan semester I/2010 sebesar 4,72 persen, namun masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi semester I/2011 yang sebesar 6,48 persen.Kondisi tersebut  menggambarkan bahwa perkembangan  sektor industri sudah bangkit. Dalam rangka menjaga nilai pertumbuhan Industri Non Migas yang saat ini sudah berada di atas pertumbuhan ekonomi perlu diciptakan iklim investasi yang kondusif dan meminimalkan biaya ekonomi tinggi melalui akselerasi pembangunan infrastruktur dan hilirisasi. Di samping itu, perlu diperhatikan lingkungan global saat ini yang persaingannya semakisehinggapembangunan industri perlu dipercepat dan dilakukan secara terintegrasi dengan sektor ekonomi lainnya. 
Ditinjau dari aspek regional, struktur perekonomian Indonesia pada Triwulan II-2011 masih didominasi oleh kelompok provinsi di Jawa dan Sumatera. Kelompok provinsi di Jawa memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 57,7 persen, kemudian diikuti oleh Sumatera sebesar 23,5 persen, Kalimantan 9,5 persen, Sulawesi 4,7 persen, Bali dan Nusa Tenggara 2,5 persen serta Maluku dan Papua 2,1 persen.
Provinsi yang memberikan sumbangan terbesar di Jawa  adalah DKI Jakarta (16,2 persen), Jawa Timur (14,8 persen), Jawa Barat (14,3 persen) dan Jawa Tengah (8,4 persen). Sedangkan provinsi penyumbang terbesar di Sumatera adalah Riau (6,6 persen), Sumatera Utara (5,3 persen) dan Sumatera Selatan (3,1persen). Adapun provinsi penyumbang terbesar di Kalimantan adalah Kalimantan Timur sebesar 6,4 persen, sedangkan provinsi penyumbang terbesar di Sulawesi adalah Sulawesi Selatan sebesar 2,3 persen.
Berdasarkan hal tersebut, percepatan pembangunan industri di daerah perlu terus dilakukan melalui pendekatan:
Pertama, mengkonsentralisasikan lokasi pembangunan industri pada wilayah yang memiliki potensi keunggulan komperatif yang besar melalui pembangunan pusat-pusat pertumbuhan industri (growth center), dilengkapi dengan mengembangkan klaster industri dan pengembangan kompetensi inti industri daerah. Pendekatan ini dilakukan secara terpadu dengan sektor ekonomi lainnya.
Kedua : meningkatkan kemampuan masyarakat dilokasi industri tersebut, sehingga dituntut masyarakat untuk investasi di bidang pendidikan di dukung oleh fasilitas yang disediakan pemerintah dan swasta, sehingga akan memberikan dampak positif bagi pembangunan industri yang semakin efisien dan efektif serta memberikan dampak berguna bagi daerah setempat.
Ketiga : Meningkatkan investasi di sektor industri yang dapat dilakukan oleh pihak swasta dan investasi infrastruktur yang diharapkan dilakukan oleh pihak pemerintah dan swasta.
Keempat : Peningkatan penguasaan pasar dalam negeri melalui upaya pemanfaat produk dalam negeri dan penguasaan pasar internasional.
     4.Tahap Perkembangan Industri
Pada akhir abad Pertengahan kota-kota di Eropa berkembang sebagai pusat kerajinan dan perdagangan. Warga kota (kaum Borjuis) yang merupakan warga berjiwa bebas menjadi tulang punggung perekonomian kota. Mereka bersaing secara bebas untuk kemajuan dalam perekonomian. Pertumbuhan kerajinan menjadi industri melalui beberapa tahapan, seperti berikut.
Sistem Domestik
Tahap ini dapat disebut sebagai tahap kerajinan rumah (home industri). Para pekerja bekerja di rumah masing-masing dengan alat yang mereka miliki sendiri. Bahkan, kerajinan diperoleh dari pengusaha yang setelah selesai dikerjakan disetorkan kepadanya. Upah diperoleh berdasarkan jumlah barang yang dikerjakan. Dengan cara kerja yang demikian, majikan yang memiliki usaha hanya membayar tenaga kerja atas dasar prestasi atau hasil. Para majikan tidak direpotkan soal tempat kerja dan gaji.
Manufaktur
Setelah kerajinan industri makin berkembang diperlukan tempat khusus untuk bekerja agar majikan dapat mengawasi dengan baik cara mengerjakan dan mutu produksinya. Sebuah manufaktur (pabrik) dengan puluhan tenaga kerja didirikan dan biasanya berada di bagian belakang rumah majikan. Rumah bagian tengah untuk tempat tinggal dan bagian depan sebagai toko untuk menjual produknya. Hubungan majikan dengan pekerja (buruh) lebih akrab karena tempat kerjanya jadi satu dan jumlah buruhnya masih sedikit. Barang-barang yang dibuat kadang-kadang juga masih berdasarkan pesanan.
Sistem pabrik
Tahap sistem pabrik sudah merupakan industri yang menggunakan mesin. Tempatnya di daerah industri yang telah ditentukan, bisa di dalam atau di luar kota. Tempat tersebut untuk untuk tempat kerja, sedangkan majikan tinggal di tempat lain. Demikian juga toko tempat pemasaran hasil industri diadakah di tempat lain. Jumlah tenaganya kerjanya (buruhnya) sudah puluhan, bahkan ratusan. Barang-barang produksinya dibuat untuk dipasarkan.
2.1. Survai Perkembangan
    Keadaan sebelum tahun 1965, keadaan sector industri selama Tahun 50-an dan 60-an pada umumnya tidak mengembirakan. Iklim ekonomi dan politik pada waktu itu serba tidak menentu dan kebijaksanaan pemerintah semakin di arahkan ke pada cabang – cabang industry milik Negara, misalnya dalam bentuk prioritas penjatahan kredit bank dan devisa . selama awal tahun 60-an cadangan devisa sangat rendah, sehingga di lakukan pengawasan yang ketat terhadap penggunaan devisa , dan ini selanjutnya mengakibatkan timbulnya kekurangan bahan mentah dan suku cadangan yang masih hrus di impor .
        Penyeludupan yang merajalela pada waktu itu dapat sedikit mengurangi keterbatasan   barang – barang impor , namun perusahaan milik Negara dan swasta sering terpaksa mengatasi outputny sehingga diperkirakan dalam tahun 1966 sektor industry hanya bekerja dari 30 perrsen kapasitas, berbagai program untuk menolong perusahaan – perusahaan kecil dilaksanakan, dan ini merupakan cerminan kebijaksanaan umum pemerintah yang cenderung untuk melakukan campur tangan dan penjatahan langsung di berbagai bidang. program ini bertujuan menyediakan bahan mentah yang cukup bagi produsen tradisional, seperti misalnya perusahaan – perusahaan ATBM ( Alat Tenun Bukan Mesin ), dengan jalan menyalurkan jatah benang tenun melalui koperasi – koperasi yang di dukung pemeritah. Dalam praktek , system penjatahan tersebut tidak berjalan. Kebijaksanaan perindustrian selama awal tahun 60-an mencerminkan filsafat proteksionisme dan etatisme yang ekstrim , dengan akibat kemacetan produksi.
2.2  Masa Orde Baru
         Masa orde baru’’ pemerintah Orde baru melakukan perubahan – perubahan besar dalam kebijaksanaan perindustrian ke adaan semakin baik dengan berhasilnya kebijaksanaan stabilisasi di tingkat makro dan dilaksnakannya kebijaksanaan “ dekontrol ’’ di berbagai bidang .
Di samping itu ada tiga aspek kebijaksanaan ekonomi orde baru yng menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan industri.
1.      Dirombaknya system devisa sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas  dan lebih sederhana. Akibatnya bahan mentah maupun barang – barang modal lebih mudah di peroleh.
2.      Dikurangi nya fasilitas – fasilitas yang khusus hanya d sediakan bagi perusahaan Negara, dan diambilnya kebijaksanaan pemerintah yang baru untuk mendorong pertumbuhan sector swasta bersama – sama dengan sector perusahaan Negara.
3.      Dikeluarkan nya undang – undang penanaman modal asing yang baru pada tahun 1966 yang memberikan persyaratan – persyaratan lebih menarik di bandingkan dengan peraturan – peraturan ysng ada sebelumnya.
   Sebagai akibat di tempuhnya kebijaksanaan ini , untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan Indonesia membuka kemungkinan bagi pertumbuhan industry dengan landasan luas.selama tahun – tahun terakhir dasawarsa 60-an outpur dari industri – industri utma di sector moderen meningkat dengan pesat , dan perkembangan ini berlngsung terus selama tahun 70-an . akibatnya saham sector industry dalam GDP meningkat dari 9 persen alam tahun 1970 menjadi 12 persen dalam tahun 1977. Perkembangan ini bersamaan dengan penurunan saham sector pertanian dalam GDP dan meningkatnya harga minyak secara tajam.
                         Kemajuan pesat di sektor moderen periode tahun 1967 dan 1975 adalah masa yang serba menguntungkan bagi perusahaan. Surve yang paling lengkap mengenai sektor industry dan perkembangannya akhir – akhir ini dapat di jumpai.sektor moderen yang di maksud di sini mencakup perusahaan baru – baru ini berdiri dengan menggunakan teknologi mutakhir. Kebanyakan dari perusahaan – perusahaan beroperasi setelah pertengahan tahun 60-an dan termasuk kategori perusahaan besar dan sedang.
Perusahaan industri sector moderen di Indonesia :
pertama pada tahun 60-an masih terdapat kelangkaan hasil – hasil industri , dan menghadapi permintaan yang besar itu para produsen dalam negeri dapat menjual hasil – hasil produksi mereka yang mudah.
Kedua, dalam tahun 1966 dan 1967 banyak kapasitas di sector industri yang menganggur , sehingga produksi dapat di tingkatkan dalam jumlah yang cukup besar dan dalam waktu yng singkat tanpa menghadapi hambatan dalam sigi kapasitas.
Ketiga, timbulnya kegiatan – kegiatan investasi secara pesat berkat adanya Undang – Undang penanaman modal asing dan modal dalam negeri yang baru.
                             Proyek –proyek yang di setujui atas dasa undang – undang tersebut berhak memperoleh berbagai fasilitas di berbagai bidang impor dan kringananan pajak . tetapi yang juga sama pentingnya adalah iklim perekonomian Indonesia telah berubah dan undang –undang tersebut merupakan pangkal cerminan dari perubahan iklim ini. Selama sebelas tahun sampi akhir tahun 1977, nilai proyek yang di setujui  menurut undang – undang penanaman modal asing tersebut . pada mulanya penanam modal asing sangat tertarik pada sektor – sector ekstraktif , tetapi akhir – akhir ini nilai proyek – proyek yang di setujui di sektor  industri terutama di cabang –cabang industri tekstil dan longam dasar mencapai julah yang besar.     angka –angka mengenai investasi dalam negeri yang di setujui atas dasat undang – undang penanaman modal dalam negeri menunjukkan perkembangan serupa .

3.1 Masalah Dalam Kebijaksanaan Perindustrian di Indonesia
Dari jumlah penduduk Indonesia termasuk negara sedang berkembang terbesar k-3 setelah india dan cina. Namun diluar dari segi industrialisasi, Indonesia dapat dikatakan baru mulai salah satu indikator dari tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor industri dalam GDP (groos domestic product). Dari  ukuran ini sektor industri di Indonesia sangat ketinggalan dibandingkan dari negara-negara utama di asia. Dua ukuran lain adalah besar nya nilai tambah yang di hasilkan sektor industri dan nilai tambah perkapita.
Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil, bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan. Secara perkapita nilai tambah sektor industri di Indonesia termasuk yang paling rendah di asia. Indikator lain tingkat industrialisasi adalah produksi listrik perkapita dan prosentasi produksi listrik yang digunakan oleh sektor industri. Di Indonesia produksi listrik perkapita sangat rendah, dan dari tingkat yang rendah ini hanya sebagian kecil yang di gunakan oleh konsumen industri.
Keadaan sektor industri selama tahun 1950-an dan 1960-an pada umumnya tidak menggembirakan karena iklim politik pada waktu yang tidak menentu. Kebijakan perindustrian selama awal tahun 1960-an mencerminkan filsafat proteksionalisme dan eatisme yang ekstrim, dengan akibat kemacetan produksi. Sehingga produksi sektor industri praktis tidak berkembang (stagnasi). Selain itu juga disebabkan karena kelangkaan modal dan tenaga kerja ahli yang memadai.Perkembangan sektor industri mengalami kemajuan yang cukup mengesankan pada masa PJP I, hal ini dapat dilihat dari jumlah usaha, tenaga kerja yang di serap, nilai keluaran yang dihasilkan, sumbangan devisa dan kontribusi pembentukan PDB, serta pertumbuhannya sampai terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
Faktor-Faktor yang dapat menghambat perkembangan perindustrian adalah:
1.       Keterbatasan teknologi
Kurangnya perluasan dan penelitian dalam bidang teknologi menghambat efektivitas dan kemampuan produksi.
2.       Kualitas sumber daya manusia
Terbatasnya tenaga profesional di Indonesia menjadi penghambat untuk mendapatkan dan mengoperasikan alat alat dengan teknologi terbaru.
3.      Keterbatasan dana pemerintah
Terbatasnya dana pengembangan teknologi oleh pemerintah untuk mengembangkan infrastruktur dalam bidang riset dan teknologi.
Industrialisai di Indonesia mengalami kemunduran mulai dari semenjak krisis ekonomi terjadi di tahun 1998, hal ini terjadi karna suhu politik yang tidak stabil pada saat itu. Akan tetapi kemunduran ini bukanlah berarti Indonesia tidak memiliki modal untuk melakukan investasi pada industri dalam negeri, tetapi indonesia lebih memfokuskan kepada penyerapan barang hasil produksi industri dalam negeri. Membuka pasar dalam negeri adalah kunci penting bagi industri Indonesia untuk bisa bangkit lagi karena saat ini pasar Indonesia dikuasai oleh produk produk luar.
Kebijakan Industrialisasi
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum.

Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hokum yang mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), kebijakan hanya menjadi  tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan.
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan pentingnya organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis , menejeman , finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
Pemerintahan orde baru melakukan perubahan-perubahan besar dalam kebijakan perindustrian. Ada tiga aspek kebijakan ekonomi orde baru yang menumbuhkan iklim lebih baik bagi pertumbuhan sektor industri. Ketiga aspek tersebut adalah:
1.      Dirombaknya sistem devisa. Sehingga transaksi luar negeri menjadi lebih bebas dan lebih sederhana.
2.      Dikuranginya fasilitas-fasilitas khusus yang hanya disediakan bagi perusahaan Negara, dan kebijaksanaan pemerintah untuk mendorong pertumbuhan sektor swasta bersama-sama dengan sektor BUMN.
3.      Diberlakukannya undang-undang penanaman modal asing (PMA).
Dalam implementasinya ada empat argumentasi basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi, yaitu :
a.       Keunggulan komperatif
Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komperatif (comparative advantage) akan mengembangkan sub sektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya.
b.      Keterkaitan industrial
Negara-negara yang bertolak dari keterkaitan industrial (industrial linkage) akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain.
c.       Penciptaan kesempatan kerja
Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan lapangan kerja (employment creator) niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak tenaga kerja. Jenis industri yang dimajukan bertumpu pada industri-industri padat karya dan indsutri-industri kecil.
d.      Loncatan teknologi
Negara-Negara yang menganut argumentasi loncatan teknologi (teknologi jump) percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tehnologi tinggi (hitech) akan memberikan nilai tambah yang sangat baik, diiringi dengan kemajuan bagi teknologi bagi industri-industri dan sektor lain.




3.2. Masalah yang Dihadapi Industri Manufaktur Indonesia
Permasalahan pokok yang dihadapi oleh industri manufaktur terdapat 2 macam, yakni secara structural dan secara organisasi.

  Permasalahan dalam structural sebagai berikut:
*      Basis Ekspor dan Pasarnya yang sempit.
Hal ini menyangkut pada produk pruduk yang di hasilkan industri ini memiliki kualitas yang menurun sehingga standar ekspor yang ada tidak terpenuhi. Terlebih lagi pasaran yang mulai berkurang yang menyebabkan barang produksi menumpuk tak terdistribusi.
*      Ketergantungan Pada Impor yang sangat tinggi.
Indonesia sangat kurang dalam segi SDMnya, sehingga banyak meg-impor tenaga kerja asing beserta mesin mesin produksi. Dalam hal ini, membuat tenaga kerja Indonesia bukan bertambah maju, akan tetapi semakin anjlok nilainya
*      Konsentrasi Regional
Pada permasalahan ini, industri tidak sepenuhnya berkaembang secara merata. Artinya di Indonesia hanya terpusat akan satu daerah saja yang dikembangkan dalam sector industri manufaktur ini.
*      Tidak adanya Industri yang Berteknologi menengah
Seperti disebutkan sebelumnya, ketergantungan terhadap teknologi juga amat sangat mempengaruhi lajunya pertumbuhan industri ini, maka dari itu dibutuhkannya alat-alat yang berteknologi menengah keatas agar bisa menciptakan hasil produk yang bermutu tinggi serta mempunyai kualitas ekspor yang baik pula.
   Permasalahan dalam segi organisasi. Merupakan hal yang harus diperhatikan :
*      Masalah Organisasi, Hukum, dan Good Corporate Governance
Dilihat dari aspek struktur organisasi perusahaan, kegiatan berproduksi pada sebagian besar industri manufaktur di Indonesia masih dikelompokkan dibawah "kotak" yang dinamakan Direktur Produksi. Sedangkan dengan berkembangnya informasi dan komunikasi serta dampak dari globalisasi, industri manufaktur di negara-negara maju telah       menggunakan penamaan Direktur Operasi yang fungsinya adalah mengelola aspek desain, kualitas, sumber daya manusia, strategi proses, strategi lokasi, strategi lay-out, supply chain management (SCM), inventory management, scheduling, dan maitenance sebagai kesatuan yang terpadu.
        Industri manufactur pada umumnya adalah industri padat modal dan Mempunyai operating leverage (rasio antara biaya tetap dan biaya variabel total) yang tinggi. Sebagai industri padat modal (pada umumnya), sebuah industri Manufaktur harus menekan biaya variabel serendah-rendahnya. Oleh karena itu (mengingat biaya variabel yang antara lain mencakup biaya buruh langsung), adalah sangat naif pendapat yang mengatakan bahwa suatu industri padat modal sekaligus dapat menjadi industri padat karya.
3.3.Masalah Kemampuan Penguasaan Cross-Functional Area
Total Quality Management, misalnya, masih belum menjadi agenda penting dalam pertemuan RUPS pada beberapa BUMN walaupun topik ini sangat penting bagi industri manufaktur; rapat lebih banyak memfokuskan diri pada aspek keuangan saja, yaitu laba atau rugi. Demikian pula, kita tahu bahwa hidup matinya sebuah perusahaan Tergantung pada empat perspektif utama, yaitu: prespektif pemasaran, operasi/produksi, keuangan, dan learning organization & pertumbuhan.
3.4.Masalah Suku Cadang dan Entrepreneurship
Salah satu penyebab dari kemahnya daya saing industri manufaktur di Indonesia adalah tidak siapnya pemasok suku cadang untuk produk industri manufaktur. Oleh sebab itu entrepreneurship berbasis teknologi (technopreneurship) sudah mutlak dikembangkan di Indonesia. Salah satu cara meningkatkan kemampuan intrepreneurship di Indonesia adalah dengan menciptakan inkubator bisnis di industri, tentunya dengan bekerjasama dengan penyedia dana bagi pebisnis pemula (venture capital) seperti PT PNM(Persero), Venture Capital yang berada di berbagai propinsi, dan lain-lain.
*      Masalah kepemimpinan
Dari semua industri penghasil produk dan jasa, learning process paling banyak terjadi di sektor industri manufaktur; oleh sebab itu dari pemimpin perusahaan sektor industri ini sangat dibutuhkan:
- Pemimpin yang mampu mengatasi konflik antar fungsi-fungsi manajemen
- Pemimpin yang visonary,
*                   
*                   
*                   
*                   
 Masalah Change Management
Untuk menyehatkan BUMN, sudah banyak konsultan kelas dunia yang diminta bantuannya; sebut saja AT Kearney, Booz Allen Hamilton, Japan Indonesian Forum, dan masih banyak lagi. Semuanya berbicara mengenai jargon-jargon management yang mutahir, seperti restrukturisasi, revitalisasi, reengineering, reborn, reviving dan seterusnya, semuanya bertujuan untuk menyehatkan perusahaan
*      Lemahnya sumber daya manusia (SDM)
Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia masih berpendidikan rendah. Insinyur-insinyur hasil lulusan dalam negri juga masih kurang baik dari segi kualitasnya, masih kurang dalam problem-solving serta kurang kreatif dan kurang mampu dalam melakukan riset serta pengembangannya. Maka dari itu, peran pemerintah sangat diperlukan dalam bidang pendidikan agar kualitas pendidikan di Indonesia ditingkatkan.
3.4. Kelemahan Organisasi dan Tantangan Sektor Industri
Kelemahan-kelemahan yang dihadapi sektor industry terdiri dari:
    1. Industri Skala Kecil dan Menengah masih Underdeveloped
    2. Konsentrasi Pasar
    3. Lemahnya Kapasitas untuk Menyerap dan Mengembangkan Teknologi
    4. Lemahnya sumberdaya manusia      
Tantangan utama yang dihadapi oleh industri nasional saat ini adalah kecenderungan penurunan daya saing industri di pasar internasional. Penyebabnya antara lain adalah meningkatnya biaya energi, ekonomi biaya tinggi, penyelundupan serta belum memadainya layanan birokrasi. Tantangan berikutnya adalah kelemahan struktural sektor industri itu sendiri, seperti masih lemahnya keterkaitan antar industri, baik antara industri hulu dan hilir maupun antara industri besar dengan industri kecil menengah, belum terbangunnya struktur klaster (industrial cluster) yang saling mendukung, adanya keterbatasan berproduksi barang setengah jadi dan komponen di dalam negeri, keterbatasan industri berteknologi tinggi, kesenjangan kemampuan ekonomi antar daerah, serta ketergantungan ekspor pada beberapa komoditi tertentu.
Sementara itu, tingkat utilisasi kapasitas produksi industri masih rata-rata di bawah 70 persen, dan ditambah dengan masih tingginya impor bahan baku, maka kemampuan sektor industri dalam upaya penyerapan tenaga kerja masih terbatas.
Di sisi lain, industri kecil dan menengah (IKM) yang memiliki potensi tinggi dalam penyerapan tenaga kerja ternyata masih memiliki berbagai keterbatasan yang masih belum dapat diatasi dengan tuntas sampai saat ini. Permasalahan utama yang dihadapi oleh IKM adalah sulitnya mendapatkan akses permodalan, keterbatasan sumber daya manusia yang siap, kurang dalam kemampuan manajemen dan bisnis, serta terbatasnya kemampuan akses informasi untuk membaca peluang pasar serta mensiasati perubahan pasar yang cepat.
Dalam rangka lebih menyebarkan industri untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, maka investasi di luar Pulau Jawa masih kurang menarik bagi investor karena terbatasnya kapasitas infrastruktur ekonomi, terbatasnya sumber daya manusia, serta kecilnya jumlah penduduk sebagai basis tenaga kerja dan sekaligus sebagai pasar produk.
3.5. Kegagalan Indonesia Menerapkan Sistem Industri
          Berikut beberapa daftar kegagalan yang di alami Indonesia dalam menerapkan Sektor Industri, antara lain:
1. Bahan Baku dan TK bukan yang siap digunakan
2. Pasar yang dilayani adalah pasar domestik
3. Ketergantungan impor
4.Kesempatan kerja tidak berkembang
5.Nilai tambah negatif
6. Struktur pasar didominasi oleh produsen
7. Pasar besar tetapi tidak dapat dikuasai ( produksi, harga .
Negara pengadopsi hanya menjadi konsumen dan ladang pembuangan produk teknologi karena tingginya tingkat ketergantungan akan suplai berbagai jenis produk teknologi dan industri dari negara maju Alasan umum yang digunakan oleh negara-negara berkembang dalam mengadopsi teknologi (iptek) dan industri, searah dengan pemikiran Alfin Toffler maupun John Naisbitt yang meyebutkan bahwa untuk masuk dalam era globalisasi dalam ekonomi dan era informasi harus melewati gelombang agraris dan industrialis. Hal ini didukung oleh itikad pelaku pembangunan di negara-negara untuk beranjak dari satu tahapan pembangunan ke tahapan pembangunan berikutnya.
Pada dewasa ini yang menjadi bahan perdebatan adalah bagaimana menyusun suatu pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Semakin meningkatnya populasi manusia mengakibatkan tingkat konsumsi produk dan energi meningkat juga. Permasalahan ini ditambah dengan ketergantungan penggunaan energi dan bahan baku yang tidak dapat diperbarui. Pada awal perkembangan pembangunan, industri dibangun sebagai suatu unit proses yang tersendiri, terpisah dengan industri lain dan lingkungan.
Proses industri ini menghasilkan produk, produk samping dan limbah yang dibuang ke lingkungan.Adanya sejumlah limbah yang dihasilkan dari proses produksi, mengharuskan industri menambah investasi untuk memasang unit tambahan untuk mengolah limbah hasil proses sebelum dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran lingkungan dengan cara pengolahan limbah (pendekatan end of pipe) menjadi sangat mahal dan tidak dapat menyelesaikan permasalahan ketika jumlah industri semakin banyak, daya dukung alam semakin terbatas, dan sumber daya alam semakin menipis.
Persoalannya kemudian, pada era dewasa ini, apapun sektor usaha yang dibangkitkan oleh sebuah bangsa maupun kota harus mampu siap bersaing pada tingkat global. Walaupun sebenarnya apa yang disebut dengan globalisasi baru dapat dikatakan benar-benar hadir dihadapan kita ketika kita tidak lagi dapat mengatakan adanya produk-produk, teknologi, korporasi, dan industri-industri nasional. Dan aset utama yang masih tersisa dari suatu bangsa adalah keahlian dan wawasan rakyatnya, yang pada gilirannya akan mengungkapkan kemampuan suatu bangsa dalam membangun keunggulan organisasi produksi dan organisasi dunia kerjanya.
Kasus Indonesia Indonesia memang negara “late corner” dalam proses industrialisasi di kawasan Pasifik dan dibandingkan beberapa negara di kawasan ini kemampuan teknologinya juga masih terbelakang. Terlepas dari berbagai keberhasilan pembangunan yang disumbangkan oleh teknologi dan sektor indusri di Indonesia, sesungguhnya telah terjadi kemerosotan sumber daya alam dan peningkatan pencemaran lingkungan, khususnya pada kota-kota yang sedang berkembang seperti Gresik, Surabaya, Jakarta, bandung Lhoksumawe, Medan, dan sebagainya.
Berikut ada beberapa dampak positif dari pembangunan industri:
a.       Menambah penghasilan penduduk.
b.      Menghasilkan aneka barang.
c.       Memperluas lapangan pekerjaan.
d.      Mengurangi ketergantungan dengan negara lain.
e.       Memperbesar kegunaan bahan mentah.
f.       Bertambahnya devisa negara.
               Dan di bawah ini beberapa dampak negatif dari pembangunan industri:
a.       Terjadinya arus urbanisasi.
b.      Terjadinya pencemaran lingkungan.
c.       Adanya sifat konsumerisme.
d.      Lahan pertanian semakin kurang
masalah Kebijakan Industri di Indonesi
Semenjak  kebijakan  pemerintah  tidak  lagi  mengandalkan  ekspor  migas industri  manufaktur  telah   memainkan  peranan  yang  penting  di  Indonesia . Bahwa  sektor  industri manufaktur  yang  semakin  berorientasi  ekspor, telah  menopang  ekonomi  Indonesia.
Ekspor  industri  manufaktur  menyumbang  tidak  kurang  83-85%  terhadap  ekspor  nonmigas dan  sekitar   64-57%  terhadap  total  ekspor   Indonesia  selama  1994-2005.  Bahkan  kontribusi  ekspor  industri  ini  telah   melampaui  ekspor  sektor  pertanian  dan  migas  sejak  awal dasawarsa  1990-an.Boleh   dikata  industri  manufaktur  telah  menopang  pertumbuhan  ekonomi  di   Indonesia. Sebelum  krisis,  Industri  manufaktur  mampu  tumbuh  dua  digit,   yaitu  rata-rata  sekitar 11 % selama  1974-1997.  Meski  begitu,   sejak  krisis  pertumbuhan  sektor  industri   relatif  rendah hanya  berkisar  antara  3,5%  hingga  7,7%, ujar Prof Mudrajad Kuncoro,   PhD ,  di Balai  Senat UGM,



4.1.Strategi pembangunan sektor industry
strategi pokok dan strategi operasional.
       a.     Strategi Pokok
              -      Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai (value chain) dari industri termasuk kegiatan dari industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), industri penyedia infrastruktur, dan industri jasa penunjang lainnya. Keterkaitan ini dikembangkan sebagai upaya untuk membangun jaringan industri (networking) dan meningkatkan daya saing yang mendorong inovasi ;
       -      Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai dengan membangun kompetensi inti ;
       -      Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan jenis sumber daya yang digunakan dalam industri, dan memfokuskan pada penggunaan sumber-sumber daya terbarukan (green product);
       -      Pengembangan Industri Kecil dan Menengah melalui
(a) Skema pencadangan usaha serta bimbingan teknis dan manajemen serta pemberian fasilitas khusus agar dapat tumbuh secara ekspansif dan andal bersaing dibidangnya.
(b) Mendorong sinergi IKM dengan industri besar melalui pola kemitraan (aliansi), 
(c) Membangun lingkungan usaha IKM yang menunjang.

       b.    Strategi Operasional
1)    Pengembangan Lingkungan Bisnis yang nyaman dan kondusif
       • Bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengembangkan Prasarana dan Sarana fisik di daerah-daerah yang prospek industrinya potensial ditumbuhkan, antara lain jalan, jembatan, pelabuhan, jaringan tenaga listrik, bahan bakar, jasa angkutan, pergudangan, telekomunikasi, air bersih.
       • Mendorong pengembangan SDM Industri, khususnya di bidang Teknik Produksi dan Manajemen Bisnis.
     • Mendorong pengembangan usaha jasa prasarana & sarana bisnis penunjang industri, antara lain Kawasan Industri, Jasa R & D, Jasa Pengujian Mutu, Jasa Rekayasa/Rancang bangun dan Konstruksi, Jasa Inspeksi Teknis, Jasa Audit, Jasa Konsultansi Industri, Jasa Pemeliharaan & Perbaikan, Jasa Pengamanan/Security, Jasa Pengolahan/Pembuangan Limbah, Jasa Kalibrasi, dan sebagainya.
       • Mengembangkan kebijakan sistem insentif yang efektif, edukatif, selektif, dan atrakti
       • Menyempurnakan instrumen hukum untuk pengaturan kehidupan industri yang kondusif, yang memenuhi kriteria :
         -Lebih menjamin kepastian usaha/kepastian hukum, termasuk penegakan hukum yang konsisten
       - Aturan-main berusaha yang jelas dan tidak menyulitkan
       - Mengurangi sekecil mungkin intervensi pemerintah terhadap pasar
       - Menghormati kebebasan usaha pelaku industri
       - Kejelasan hak dan kewajiban pelaku industri
       - Terjaminnya dan tidak terganggunya kepentingan publik, termasuk gangguan keselamatan, kesehatan, nilai budaya dan kelestarian lingkungan hidup.

2.Fokus pengembangan industri dilakukan dengan mendorong pertumbuhan klaster industri prioritas.
              Penentuan industri prioritas, dilakukan melalui analisis daya saing internasional serta pertimbangan besarnya potensi Indonesia yang dapat digunakan dalam rangka menumbuhkan industri. Dalam jangka panjang pengembangan industri diarahkan pada penguatan, pendalaman dan penumbuhan klaster pada kelompok industri :
                        1) Industri Agro
                        2) Industri Alat Angkut
                        3) Industri Telematika  
                        4) Basis Industri Manufaktur
                        5) Industri Kecil dan Menengah Tertentu
4.2. Arah Kebijakan Pembangunan Industri
Persaingan internasional merupakan suatu perspektif baru bagi semua negara, sehingga fokus dari strategi pembangunan industri di masa depan adalah membangun daya saing industri manufaktur yang berkelanjutan di pasar internasional. Untuk membangun daya saing yang berkelanjutan. Esensi daya saing yang berkelanjutan tersebut terletak pada upaya menggerakkan dan mengorganisasikan seluruh potensi sumber daya produktif untuk menghasilkan produk innovative yang lebih murah, lebih baik, lebih mudah di dapat dalam rangka pemenuhan kebutuhan dan permintaan pasar. Strategi pembangunan industri manufaktur ke depan dengan  mengadaptasi pemikiran-pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, yaitu pengembangan industri melalui pendekatan klaster dalam rangka membangun daya saing industri yang berkelanjutan.
Dalam jangka menengah, peningkatan daya saing industri dilakukan dengan membangun dan mengembangkan klaster-klaster industri prioritas sedangkan dalam jangka panjang lebih dititikberatkan pada pengintegrasian pendekatan klaster dengan upaya untuk mengelola permintaan (management demand) dan membangun kompetensi inti pada setiap klaster.
Strategi pengembangan industri di masa depan menggunakan strategi pokok dan strategi operasional. Strategi pokok, meliputi :
  Memperkuat keterkaitan pada semua tingkatan rantai nilai pada klaster dari industri yang bersangkutan,
  Meningkatkan nilai tambah sepanjang rantai nilai,
  Meningkatkan sumber daya yang digunakan industri,
  Menumbuh-kembangkan Industri Kecil dan Menengah.

Sedangkan untuk strategi operasional terdiri dari:
  Menumbuh-kembangkan lingkungan bisnis yang nyaman dan kondusif,
  Penetapan prioritas industri dan penyebarannya,
  Pengembangan industri dilakukan dengan pendekatan klaster,
  Pengembangan kemampuan inovasi teknologi.

Strategi pengembangan industri Indonesia ke depan, mengadaptasi pemikiran terbaru yang berkembang saat ini, yang berhubungan dengan era globalisasi dan perkembangan teknologi abad 21, yaitu pendekatan pengembangan industri melalui konsep klaster dalam konteks membangun daya saing industri yang berkelanjutan. Pada dasarnya klaster industri adalah upaya pengelompokan industri inti yang saling berhubungan, baik dengan industri pendukung (supporting industries), industri terkait (related industries), jasa penunjang, infrastruktur ekonomi, dan lembaga terkait. Untuk menentukan industri yang prospektif, dilakukan pengukuran daya saing, baik dari sisi penawaran maupun sisi permintaan, untuk melihat kemampuannya bersaing di dalam negeri maupun di luar negeri.
Konsep daya saing internasional, merupakan kata kunci dalam pembangunan sektor industri, oleh karenanya selain sinergi sektoral, sinergi dengan seluruh pelaku usaha, serta seluruh daerah yaitu kabupaten-kabupaten/kota merupakan hal yang sangat penting.
Strategi Substitusi Import  dan Promosi Ekspor dalam Pertimbangan Sektor Industri antara lain  :
1.                  Bahan baku dan faktor produksi lainnya tersedia
2.                  Potensi permintaan Dalam Negeri yang memadai
3.                  Pendorong perkembangan sektor industri manufaktur di dalam negeri
4.                  Dapat memperluas kesempatan kerja
5.                  Mengurangi ketergantungan impor



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Industri merupakan suatu unit ekonomi yang kegiatannya mengelolah barangmentah menjadi barang setengah jadi dan/atau barang jadi yang mempunyai nilaiekonomis yang lebih tinggi.Kemajuan serta berkembangnya industri-industri baru di berbagai belahan duniasekarang ini menjadikan salah satu tantangan baru serta motivasi baru di Negara berkembang seperti Indonesia. Mengapa tidak? Berkembangnya industri di Negaramaju menjadikan Indonesia untuk terus berinovasi, berkretifitas, dan selalu aktif dalammencari berbagai informasi tentang industri itu sendiri.


Saran
Era perkembangan dan persaingan industri yang semakin meningkat. Di manasekarang perkembangan serta kemajuan suatu Negara lebih di tentukan oleh industri-industri yang dimiliki. Begitu juga dengan Negara kita. Pemerintah sebagai pihak yanglebih menentukan berbagai kebijakan dalam perspektif industri harus lebih serius dalammenangani persaingan industri secara global dan kita sebagai bagian dari masyarakatyang turut campur tangan dalam persaingan tersebut harus lebih mampu berekspresi, berkarya, dan terus berinovasi terhadap hasil produksi yang lebih mampu bersaing dan berkualitas.
 





DAFTAR PUSTAKA

Ekonomika Industri Indonesia: Menuju NegaraIndustri Baru 2030?
. Andi.YogyakartaSastrosoenarto, Hartanto. 2006.
Industrialisasi Serta Pembangunan Sektor Pertanian dan Jasa: Menuju Visi Indonesia 2030
. PT Gramedia PustakaUtama. Jakarta
Dumairy, 1997: “PEREKONOMIAN INDONESIA”, Penerbit Erlangga, Jakarta
 Basri,Faisal, 1995: “PEREKONOMIAN INDONESIA MENJELANG ABAD    XXI”, Penerbit Erlangga, Jakarta
Arianto, Eko, 2009. Dampak Indusrialisasi di Indonesia. http://ekoarianto.students.uii.ac.id/2009/03/25/dampak-industrialisasi-di-indonesia (diakses tanggal 23 november 2012).
Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi FKIP Unsyiah, 2012. Industrialisasi di Indonesia. http://himadikon-fkip.blogspot.com/2012/01/industrialisasi-diindonesia.html (diakses tanggal 23 november 2012).
Primadita, Cynthia, 2011. Makalah Industrialisasi di Indonesia. http://cynthiaprimadita.blogspot.com/2011/03/makalah-industrialisasi-di-indonesia.html (diakses tanggal 23 november 2012).
Ridwan, Ita R., Dampak Industri Terhadap Lingkungan dan Sosial, http://jurnalgea.com/index.php/jurnal/file/25-dampak-industri-terhadap-lingkungan-dan-sosial (diakses tanggal 30 november 2012).

Subandi, 2a005, Sistem Ekonomi Indonesia, Bandung: Alfabeta

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pasar Input

MAKALAH ANTROPOLOGI BUDAYA

Makalah SOSIOLOGI HUKUM