BEDAH PLASTIK DAN TRANSEKSUAL/OPERASI PLASTIK DAN GANTI KELAMIN

1.1              OPERASI PLASTIK
1.1.1        Pengertian Operasi Plastik/Bedah Plastik
Operasi plastik atau dikenal dengan “plastic Surgery” dalam bahasa arab Jirahah Tajmil, adalah bedah atau operasi yang dilakukan untuk mempercantik atau memperbaiki satu bagian didalam anggota badan. Baik yang nampak ataupun tidak, dengan cara ditambah, dikurangi, atau dibuang dengan tujuan memperbaiki fungsi dan estetika (seni) tubuh[1].

Menurut Dr. Syauqi Abduh As-Sahi, (1990:129), Sebagian ulama hadits berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Operasi plastik itu ada dua :
1.                  Untuk mengobati aib yang ada di badan, atau dikarenakan kejadian yang menimpahnya. Seperti : kecelakaan, kebakaran, atau yang lainnya. Maka operasi plastik ini dimaksud untuk pengobatan.
2.                  Untuk mempercantik diri, dengan mencari bagian badan yang dianggap mengganggu atau tidak nyaman untuk dilihat orang. Istilah yang kedua ini adalah untuk kecantikan dan keindahan.

1.1.2                           Jenis – jenis bedah plastik/oprasi plastik
a.                   Operasi tanpa ada unsur kesengajaan ( Ghairu Ikhtiyariyah )
Maksudnya adalah operasi yang dilakukan untuk pengobatan dari aib (cacat) yang ada dibadan, baik karena cacat lahir (bawaan) maupun karena penyakit yang akhirnya merubah sebagian anggota badan. Hal ini merupakan bukan karena keinginan tetapi untuk pengobatan, walaupun hasilnya nanti akan lebih indah dari sebelumnya.
b.      Operasi yang dilakukan dengan sengaja ( Ikhtiyariyah )
Yaitu operasi yang tidak dikarenakan penyakit bawaan (turunan) atau karena kecelakaan. Tetapi atas keinginan sendiri untuk menambah keindahan dan mempercantik diri. Operasi ini ada bermacam – macam. Yakni  terbagi menjadi dua, dan setiap bagian memiliki hukum masing – masing. Diantaranya yaitu :
1)        Operasi anggota badan. Seperti menambah, mengurangi, atau membuang sebagian anggota badan dengan tujuan ingin terlihat cantik.
2)        Operasi Mempermuda. Seperti orang yang sudah berumur tua dengan menarik kerutan di wajah atau dibagian – bagian tubuh tertentu agar terlihat lebih muda.

1.1.3        Tinjauan Hukum Islam Terhadap Operasi Plastik
Dalam kaidah fikih disebutkan bahwa:
اَلاَصْلُ فِى الاَشْيَاءِالاِباَحَةُ حَتَّى يَدُلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى تَحْرِيْمِهَا
Bahwa pada prinsipnya segala sesuatu itu boleh (mubah), kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”
Berdasarkan kaidah tersebut, maka apapun yang kita lakukan sebenarnya boleh kita lakukan, dan selamanya boleh kita lakukan, hingga adanya dalil atau petunjuk yang menyatakan haramnya melakukan sesuatu itu. (Masjfuk Zuhdi, 1997 : 59).
Oleh karena itu, operasi plastik tampaknya mesti dilihat dari tujuannya. Ada yang melakukan operasi karena ingin lebih cantik bagi perempuan atau lebih tampan bagi laki-laki, ada pula yang melakukan operasi plastik karena menghilangkan bekas-bekas akibat kecelakaan, cacat seperti bibir sumbing dan sebagainya.
Permasalahan yang sering kita dapati, tidak sedikit di antara para kaum muslimin dan muslimah yang melakukan operasi dengan tujuan agar lebih cantik atau lebih tampan.
Hukum operasi plastik ada yang mubah dan ada yang haram. Operasi plastik yang mubah adalah yang bertujuan untuk memperbaiki cacat sejak lahir (al-’uyub al-khalqiyyah) seperti bibir sumbing, atau cacat yang datang kemudian (al-’uyub al-thari`ah) akibat kecelakaan, kebakaran, atau semisalnya, seperti wajah yang rusak akibat kebakaran atau kecelakaan.
Operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang demikian ini hukumnya adalah mubah, berdasarkan keumuman dalil yang menganjurkan untuk berobat terlebih hal tersebut bersifat darurat.
Riwayat dari Usamah Ibn Syuraik ra. Berkata, “Ada beberapa orang arab bertanya kepada Rasulullah SAW. : “Wahai Rasulullah, apakah kami harus mengobati (penyakit kami), Rasulullah menjawab, “Obatilah. Wahai hamba-hamba Allah lekaslah berobat, karena sesungguhnya Allah tidak akan menurunkan satu penyakit kecuali diturunkan pula obat penawarnya kecuali satu yang tidak bisa diobati lagi”, mereka pun bertanya, “apakah itu wahai Rasulullah?”, Rasulullah pun menjawab, “Penyakit Tua”. (H.R. At-Turmudzi).
Maksud dari hadits tersebut yaitu, bahwa setiap penyakit itu pasti ada obatnya, maka di anjurkan kepada orang yang sakit agar mengobati sakitnya. Jangan hanya dibiarkan saja.
Dalam ushul fikih disebutkan bahwa selama tidak ada dalil yang mengkhususkan dalil umum, maka selama itu pula dalil umum dapat diamalkan. Hadits di atas dipandang sebagai hadis yang umum, dan dapat diamalkan atau dapat dijadikan hujjah, karena tidak ditemukan adanya dalil yang mengkhususkannya[2].
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa operasi plastik untuk memperbaiki cacat yang dibawa sejak lahir seperti bibir sumbing, kaki pincang dan sebagainya atau memperbaiki cacat akibat kecelakaan, maka hukumnya mubah (boleh) sepanjang tidak ada ketentuan agama yang dilanggar.
Imam Abu Hanifah dalam kitab Berpendapat, “Bahwa tidak mengapa jika kita berobat menggunakan jarum suntik (yang berhubungan dengan operasi), dengan alasan untuk berobat, karena berobat dibolehkan hukumnya, sesuai dengan Ijma’ Ulama, dan tidak ada pembeda antara laki – laki dan perempuan”.
Syaik Dr. Yusuf Al - Qardawi berpendapat: “Adapun kalau ternyata orang tersebut mempunyai cacat yang mungkin menjijikkan pandangan, maka tidak berdosa bagi orang itu untuk berobat selagi dengan tujuan menghilangkan kecacatan atau kesakitan yang dapat mengancam hidupnya. Karena Allah tidak menjadikan agama untuk kita sebagai penuh kesukaran.” (Al Halal Wal Haram Fil Islam).
Hukum operasi plastik yang diharamkan adalah yang bertujuan semata untuk mempercantik atau memperindah wajah atau tubuh, tanpa ada hajat untuk pengobatan atau memperbaiki suatu cacat. Contohnya, operasi untuk memperindah bentuk hidung, dagu, atau operasi untuk menghilangkan kerutan-kerutan tanda tua di wajah, dan sebagainya.
Imam Nawawi berkata,”Dalam hadis ini ada isyarat bahwa yang haram adalah yang dilakukan untuk mencari kecantikan. Adapun kalau itu diperlukan untuk pengobatan atau karena cacat pada gigi, maka tidak apa-apa.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, 7/241). Maka dari itu, operasi plastik untuk mempercantik diri hukumnya adalah haram.
Berdasarkan pemaparan tadi, maka jelaslah bahwa operasi plastik itu diharamkan menurut syara’ dengan keinginan untuk mempercantik dan memperindah diri. Dengan kesimpulan sebagai berikut :
a.       Operasi plastik merubah ciptaan Allah SWT.
b.      Adanya unsur pemalsuan dan penipuan.
c.       Dari unsur yang lain, negatifnya lebih banyak dari pada positifnya.
d.      Syarat yang dibenarkan dalam islam memiliki tujuan semata-mata tujuan kesehatan.
e.       Terkadang ada unsur najis untuk bahan – bahan yang digunakan.



1.1.4        Manfaat dan Resiko Bedah Plastik
1.    Manfaat Operasi Plastik
a.    Membuat penampilan menjadi lebih muda.
b.    Membuat tubuh menjadi lebih bagus, proporsional bahkan seksi. Operasi plastik pada tubuh yang cacat akan sangat bermanfaat bagi orang tersebut. Dia memiliki peluang besar untuk hidup normal seperti banyak orang.
c.    Meningkatkan rasa percaya diri seseorang yang melakukan operasi plastik tersebut. Dengan rasa percaya diri, mereka lebih berani untuk tampil di depan, bersosialisasi dan membina banyak jaringan dengan orang lain. Inilah manfaat operasi plastik yang berimbas pada kemajuan mental seseorang.
d.   Beberapa manfaat operasi plastik juga berperan dalam hal meningkatkan kesehatan. Untuk bisa merasakan manfaat operasi plastik ini, hanya orang yang sehat yang boleh dioperasi. Jika tidak maka akan berpeluang terkena komplikasi dan mengalami kegagalan operasi.

2.    Resiko Operasi Plastik
a.    Hasil operasi plastik belum tentu sempurna.
b.    Selama proses penyembuhan, suatu penebalan tepi kulit dan pembentukan jaringan granular dapat terjadi.
c.    Nekrosis adalah kematian jaringan karena kekurangan pasokan oksigen ke daerah yang dioperasikan. Ada kemungkinan necrosis disebabkan adanya peningkatan peradangan mendadak.
d.   Hematoma atau lebam dapat terjadi ketika ada pendarahan di bawah kulit dari sayatan yang tidak tertutup dengan benar. Jika area tersebut tidak dikeringkan, dapat mengakibatkan infeksi.
e.    Kerusakan saraf merupakan kasus ekstrim yang dapat terjadi, ditandai oleh mati rasa dan kesemutan. Pada umumnya kerusakan saraf terjadi tidak lebih dari 1 tahun.
f.     Efek samping dari Anestesi. Resiko akibat penggunaan anestesi meski sangat jarang, namun apabila terjadi maka akan membahayakan. Resiko tergantung pada faktor-faktor seperti kesehatan dan keseriusan operasi. Dan lain sebagainya.
g.    jika operasi gagal, bisa menambah kerusakan didalam tubuhnya dan sedikit sekali berhasilnya.

2.2  Transeksual/Ganti Kelamin
2.2.1        Operasi Ganti Alat Kelamin (Taghyir al-Jins).
Secara garis besar operasi ganti kelamin adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki menjadi perempuan dilakukan dengan memotong penis dan testis, kemudian membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital laki-laki. Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan terapi hormonal.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya.
Ekspresinya bisa dalam bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi beberapa subtipe meliputi Transseksual, A-seksual, Homoseksual, dan Heteroseksual. Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM, antara lain:
a.       Perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi seksnya.
b.      Berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain.
c.       Mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan bukan hanya ketika dating stress.
d.      Adanya penampilan fisik interseks atau genetik yang tidak normal.
e.       Ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981) semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri, gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa puberitas dengan homoseksual yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan), menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam.
1.1.2        Bentuk Operasi Ganti Alat Kelamin
Dalam dunia kedokteran modern sendiri, dikenal tiga bentuk operasi kelamin yaitu:
a.    Operasi penggantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki kelamin normal.
b.    Operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki cacat kelamin, seperti alat kelamin yang tidak berlubang atau tidak sempurna.
c.    Operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda, yang dilakukan terhadap orang yang sejak lahir memiliki dua organ/jenis kelamin.

1.1.3        Hukum Operasi Ganti Alat kelamin
Melakukan operasi pergantian kelamin jika dilakukan oleh orang yang normal dan sempurna organ kelaminnya tidak dibolehkan dan diharamkan. Berikut dalil yang mengaharamkan operasi pergantian kelamin, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Hujuraat ayat 13 yang artinya :
“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujuraat:13).
Dari ayat diatas mengartikan bahwa manusia itu hadapan Tuhan dan hukum, sama kedudukannya. Dan yang menyebabkan tinggi atau rendah kedudukan manusia itu bukan karena perbedaan jenis kelamin, ras, bahasa, kekayaan, kedudukan, dan sebagainya, melainkan karena ketaqwaannya kepada Allah SWT[3].
Selain itu, mengubah ciptaaan Allah itu sangat diharamkan, contohnya mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan sopak, pangur, membuat tato, mencukur bulu muka (Alis) dan takhannuts artinya pria berpakaian dan beritingkah laku seperti wanita atau sebaliknya (menurut Kitab tafsir Al-Thabari, Al-Shawi dan Al-Khazin)[4].
Dalam hadis Nabi SAW. Riwayat Bukhari dan enam ahli hadist lainnya dari ibnu mas’ud yang artinya :
“Allah mengutuk para wanita tukang tato, yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanta yang memotong (pengur) giginya, yang semua itu dilakukan untuk kecantikan dengan mengubah ciptaan Allah.” (H.R Bukhori)[5].
Makna dari hadits tersebut bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang hak yang dibenarkan oleh Islam.
Operasi kelamin hukumnya “haram” secara syar’i apabila hanya disandarkan pada keinginan pribadi tanpa adanya suatu cacat pada sisi jasmani atau alat kelaminnya yang membolehkan dilakukannya operasi tersebut. Dan operasi kelamin yang telah banyak dilakukan dan tidak mengandung unsur cacat secara medis, tetapi hanya dimaksudkan untuk mempercantik diri dengan menampakkan suatu bentuk tertentu dari kecantikannya, ataupun mengubah bentuk yang telah ditetapkan oleh Allah atasnya maka hal ini tidak ada keraguan lagi tentang keharamannya. Karena di dalamnya ada bentuk perusakan hukum syar’i dan unsur penipuan serta membahayakan. (Dr. Yasir Shalih M. Jamal, Kepala fakultas kedokteran bidang operasi anak RS. Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz).
Operasi yang boleh dilakukan atau hukum melakukan operasi kelamin tergantung kepada keadaan kelamin luar dan dalam:
a.       Apabila seseorang punya organ kelamin dua atau ganda. Dan itu untuk memperjelas identitas kelaminnya maka ia boleh melakukan operasi mematikan salah satu organ kelaminnya dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ kelamin bagian dalam[6]. (Masjfuk Zuhdi, 1992 : 167).
b.      Apabila seseorang punya organ kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki rahim yang tidak berlubang dan ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh bahkan dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi lubang pada rahimnya, begitu juga sebaliknya. Demikian itu hukumnya “boleh, bahkan lebih utama”.
Operasi kelamin yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan pergantian jenis kelamin, menurut para ulama dibolehkan menurut syariat. Bahkan dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan yang seperti ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati.
Dibolehkannya operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda, juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember 1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur.
Para ulama seperti Hasanain Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131) memberiakn argumentasi bahwa seseorang yang lahir dengan alat kelamin tidak normal menyebabkan kelamin psikis dan sosial, sehingga dapat tersisih dan mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalanya sendiri, seperti menjadi waria, melacurkan diri, melakukan homoseksual dan lesbianisme. Padahal semua itu dikutuk oleh Islam.
Maka untuk menghindarinya, operasi atau penyempurnaan kelamin boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mushalih Mursalah” karena kaidah Fiqih menyatakan “bahaya harus dihilangkan” yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini sejalan dengan perintah Nabi SAW kepada setiap muslim untuk berobat jika terkena penyakit.





[1] Al Mausu’ah at-Thibbiyah al-Haditsah Li Majmu’ah minal at-Thibba, juz 3 : 454
[2] Bustanul Arifin, dan M. Atho Mudzar, 2002:18
[3] Masjfuk Zuhdi, 1992 : 164
[4] Masjfuk Zuhdi, 1992 : 164
[5] Masjfuk Zuhdi, 1992 : 166
[6] Masjfuk Zuhdi, 1992 : 167

Comments

Popular posts from this blog

Makalah Pasar Input

MAKALAH ANTROPOLOGI BUDAYA

Makalah SOSIOLOGI HUKUM